Minggu, 01 Januari 2012

makalah asuhan keperawatan pada pasien filariasis


KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabatnya, keluarganya, serta pada para pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Filariasis” yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak akan berjalan lancer tanpa adanya doa, bimbingan, sumbangan pikiran, semangat bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Healthy Sirait, S.Kep. Ners, R.N. selaku dosen mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan serta rekan-rekan mahasiswa Keperawatan regular B tingkat 1 STIKes Cirebon.


Cirebon, Desember 2011

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencankup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien. (Perry, Potter. 2005)
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di daerah-daerah rural. (Riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas. (Chairufatah,alex.2009)
WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of lympatic filariasis as a public Health Problem by the year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan misal dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apabila tidak ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka saya selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis. (Riyanto, harun.2005)

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan filariasis.
C.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
a.       Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada psien dengan penyakit filarisis.
b.      Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien dengan penyakit.
c.       Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
d.      Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
e.       Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
f.       Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan penyakit filarisis.
D.    Manfaat
1.      Bagi mahasiswa sebagai referensi awal dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan kasus filarisis.
2.      Bagi akademik :
a.       Sebagai referensi tambahan dalam proses pembelajaran khususnya blok imun dan hematologi
b.      Sebagai referensi tambahan dalam proses pembelajaran khususnya blok imun dan hematologi.
c.       Sebagai motivasi awal untuk melakukan penelitian khususnya dalam system imun dan hematologi.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Anatomi Dan Fisiologi Sistem Imun Dan Hematologi
1.      Anatomi Sistem Imun Dan Hematologi
a.       Timus
Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak bentuknya sangat besar dan akan mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk aslinya pada masa puber. Kelenjar ini mengatur daya tahan tubuh terhadap penyakit. Pada orang dewasa sel T dibentuk dalam sumsum tulang akan tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam kelenjar timus. 90-95% dari seluruh sel timus akan mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan timus masuk kedalam sirkulasi darah. Hormon timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah dan dapt berperan terhadap diferensiasi sel T di perifer.
b.      Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan. Limpa mengandung sejumlah besar makrofag (sel pembersih). Makrofag menelan dan mencernakan sel darah merah dan sel darah lainnya yang rusak dan tua, serta bahan-bahan lain yang dibawa darah ke limpa. Ada satu sistem daur ulang kimiawi yang sangat penting di sini. Sel makrofag di dalam limpa mengubah protein hemoglobin, yang ditemu-kan dalam komposisi sel darah merah yang ditelannya, menjadi bilirubin, yaitu pigmen empedu. Kemudian bilirubin ini dikeluarkan ke sirkulasi vena dan dikirim ke hati. Dalam bentuk ini ia dapat saja dikeluarkan dari tubuh bersama-sama empedu. Akan tetapi, molekul besi dalam bilirubin yang akan dibuang ini merupakan bahan langka yang sangat berharga untuk tubuh. Oleh karena itu zat besi ini diserap kembali di bagian tertentu usus halus. Dari sana, zat besi ini mula-mula menuju ke hati lalu ke sumsum tulang. Di sini, tujuannya adalah untuk membuang bilirubin yang merupakan bahan berbahaya, sekaligus untuk memperoleh kembali zat besi
c.       Nodus getah bening : limfa

Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit. Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.

2.      Fisiologi Sistem Imun Dan Hematologi
a.       Gambaran umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun sistem adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibodi dan sitokin/kemokin. Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun non spesifik dan spesifik.

b.      Imunitas non spesifik
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah,mengontrol dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan akibat kerusakan sel (heat shock protein) dan memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.

B.     Filariasis

1.      Definisi
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.(Witagama,dedi.2009)
2.      Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancorfti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu :
a.       Tingkat 1 → edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal bila tungkai diangkat.
b.      Tingkat 2 → edema pitting/ non pitting yang tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat.
c.       Tingkat 3 → edema non pitting tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
d.      Tingkat 4 → edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit.

3.      Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
Ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :
a.       Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
b.      Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
c.        Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
d.      Berkembang secara ovovivipar
Mikrofilaria :
a.       Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu
b.      Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um
Faktor yang mempengaruhi perkembangan makrofilaria:
a.       Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
b.      Lingkungan biologic : lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector
c.       Lingkungan sosial ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
d.      Istiadat, Kebiasaan dsb,
e.       Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
Daur hidup filariasis :
Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial ekonomibudaya)
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi stadium 4 yang kemudian bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan dan betina, cacing dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di saluran limfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas ( saluran limfe aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ).
Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk embrionik/mikrofilaria ) dalam jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari. Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe masuk ke dalam sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia ini terutama sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6 pagi. Pada saat siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebih rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal. Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva stadium 3 dalam waktu 10 – 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun.
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp. Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex spp., Aedes spp, dan Mansonia spp. Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi peningkatan kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis) yang disebabkan oleh peningkatan populasi penderita di perkotaan akibat urbanisasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut.

4.      Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema.
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α. Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan perjalanan yang kroniss

5.      Manifestasi klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1.      Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2.      Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3.      Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4.      Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.

6.      Komplikasi
a.       Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b.      Elephantiasis tungkai
c.       Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina dan payudara,
d.      Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e.       Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.

7.      Pemeriksaan diagnostic
a.       Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
b.      Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
c.       Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
d.      Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.

8.      Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.

Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:
1.      Pemberantasan nyamuk dewasa
a.       Anopheles : residual indoor spraying
b.      Aedes : aerial spraying
2.      Pemberantasan jentik nyamuk
a.       Anopheles : Abate 1%
b.      Culex : minyak tanah
c.       Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa dan saluran air
3.      Mencegah gigitan nyamuk
a.       Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b.      Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan filariasis.
Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari gigitan nyamuk.. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi mikrofilaria.

C.     Asuhan Keperawatan Filariasis
1.      Pengkajian
a.       Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
b.      Aktifitas / Istirahat
Gejala        : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda        : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi jantung)
c.       Sirkulasi
Tanda        : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.
d.      Integritas dan Ego
Gejala        : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa, dan sebagainya.
Tanda        : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
e.       Integumen
Tanda        : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f.       Makanan / Cairan
Gejala        : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda        : Turgor kulit buruk, edema.
g.      Hygiene
Gejala        : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda        : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h.      Neurosensoris
Gejala        : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot.
Tanda        : Ansietas, refleks tidak normal.
i.        Nyeri / Kenyamanan
Gejala        : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda        : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j.        Keamanan
Gejala        : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam.
Tanda        : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
k.      Seksualitas
Gejala        : Menurunnya libido
Tanda        : Pembengkakan daerah skrotalis
l.        Interaksi Sosial
Gejala        : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda        : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m.    Pemeriksaan diagnostic
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mamae wanita.

2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2.      Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3.      Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4.      Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit

3.      Intervensi
A.    Penentuan prioritas diagnosis
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening. Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
2.      Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
3.      Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
4.      Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya sediakan selimut yang tipis
5.      Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
6.      Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
7.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).

B.     Kriteria hasil intervensi
1.      Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi.
2.      Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital.
3.      Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
4.      Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi.
5.      Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan.
6.      Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi.

4.      Implementasi
Mandiri :
1.      Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2.      Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3.      Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4.      Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur jika pasien sudah berada pada fase menerima.
Kolaborasi:
1.      Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.
2.      Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3.      Diberikan  obat untuk menghilangkan nyeri.
4.      Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secara efektif.
5.      Evaluasi
1.      Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
2.      Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
3.      tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4.      Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
5.      kelelahan dan membantu keseimbangan.
6.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
7.      Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang. 1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    KASUS PEMICU FILARIASIS
Ibu S. Usia 39 tahun, agama islam, alamat tinggal lorong Mawar no 30 Jambi, pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Masuk RS pada tanggal 13/03/2011, diruang perawatan penyakit dalam kelas III/A. dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul kembali ketika bekerja berat. Klien juga mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki dan klien mengatakan nyeri semakin terasa jika kaki yang sakit dibawa bergerak. Klien mengatakan kakinya yang sakit tampak lebih besar dari yang satunya. Saat pengkajian didapat klien masih mengeluh demam sebelum masuk RS, terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki keujung kaki, skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang-ulang, nyeri tekan (+), non piting oedema (+), klien tamapak meringis ketika berjalan. TTV TD 130/60 mmHg, RR 24 x/i, N 110 x/i, S 38,5°C, Wajah klien tampak memerah. Dari hasil pemeriksaan darah diperoleh data Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%. kesadaran komposmentis dengan GCS 15 (E 4, V 5, M 6). Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
B.      ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Unit : perawatan penyakit dalam             
Tanggal masuk : 13 maret 2011
Tanggal pengkajian : 14 maret 2011

Ruang /kamar : III / A
1.      Identitas klien
a.       Nama : Ibu S
b.      Umur                     : 39 tahun
c.       Jenis kelamin         : perempuan
d.      Agama                   : islam
e.       Suku/bangsa          : Indonesia
f.       Alamat                   : Lrg. Mawar
Penanggung Jawab
a.       Nama                              : Tn. A
b.      Alamat ruma                  :Lrg. Mawar
c.       Hubungan dengan klien : suami
2.      Data medik
Diagnosa Medik
Saat masuk          : Filariasis
Saat pengkajian  : Filariasis
3.      Alasan masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
4.      Riwayat kesehatan saat ini : Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki dengan skala nyeri , nyeri terasa berulang-ulang
5.      Riwayat kesehatan masa lalu
1. penyakit yang pernah diderita        : tidak ada
2. pernah dirawat                                : tidak
3. pernah dioperasi                              : tidak
4. alergi terhadaap obat                       : tidak ada
6.      Riwayat kesehatan keluarga
1. Genogram                                       :tidak ada
2. Penyakit yang pernah diderita        : tidak ada
3. Kesehatan orang tua                       : baik
4. Saudara kandung                            : baik
5. Hubungan keluarga dengan klien   : baik
7.      Faktor resiko penyakit tertentu dalam keluarga (kanker, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, epilepsy, TBC) : tidak ada
8.      Kebiasaan Sehari-hari
1.      Nutrisi-Cairan
a.       Keadaan sejak sakit
a)      Nafsu makan                                             : baik
b)      Frekuensi makan                                       : 3x/sehari
c)       Jumlah makan yang masuk                      : satu piring
d)     Diet                                                           : tidak ada
e)       Ketaatan terhadap diet tertentu               : tidak ada
f)       Mual/enek                                                 : tidak ada
g)      Muntah                                                      : tidak ada
h)      Nyeri ulu hati                                            : tidak ada
i)        Jumlah minum/24 jam                               : 600 ml/24 jam
j)        Jenis minum                                              : susu formula, air putih
k)      Keluhan makan dan minum                      : kurang selera
2.      Eliminasi
a.       Keadaan sejak sakit
a)      Frekuensi BAB/24 jak                        : 1x/24 jam
b)       Waktu BAB                           : pagi
c)      Warna feses                             : kuning
d)     Konsistensi                              : semi solid
e)      Bentuk feses                           : lunak
f)       Penggunaaan pencahar            : tidak ada
g)      Keluhan BAB                                     : tidak ada
h)      Frekuensi BAK/24 jam           : 4-6x/24 jam
i)        Warna urine                             : kuning
j)        Volume urine                          : 200-300 ml
k)      Bau urine                                 : khas
l)        Melena                                                : tidak ada
m)    Konstipasi                               : tidak ada
n)      Kolostomi                               : tidak ada
o)      Sering menahan BAK             : tidak
p)      Keluhan BAK                         : tidak ada
3.      Aktivitas
a.       Keadaan sejak sakit
a)      Makan                                           : 0
b)      Mandi                                            : 2
c)      Berpakaian                                    : 0
d)     Kerapian                                        : 0
e)      Buang air besar                             : 2
f)       Buang air kecil                              : 2
g)      Mobilisasi ditempat tidur              : 2
h)      Ambulasi                                       : 3
4.       Tidur istirahat
a.       keadaan sejak sakit
1)      Tidur siang                                    : Ya
2)      Bila ya berapa jam             : 1-2 jaam
3)      Tidur malam                                  : 6 jam
4)      Kebisaan sebelum tidur                 : minum susu
5)      Keluhan tidur                                : sering terbangun
6)      Ekspresi wajah mengantuk           : tidak ada
7)      Banyak menguap                          : tidak ada
8)      Palpebrae inferior                          : tidak ada
5.       Data Psikologis
1. Persepsi tentang penyakit   : tidak mengetahui penyakit
2. Suasana hati                        : sedih
3. Daya konsentrasi                 : baik
4. Koping                                : rendah
5. Konsep diri                         : rendah
6. Stressor                               : hospitalisasi
6.      Data sosial
1. tempat tinggal                     : Lrg. mawar
2. hubungan dengan keluarga : baik
3. hubungan dengan klien       : baik
4. hubungan dengan perawat  : baik.
7.      Data spritual
1. Agama yang dianut                                     : islam
2. Apakah agama sangat penting                    : ya
3. Kegiatan keagamaan selama dirawat          : berdoa
4. Apakah berdoa untuk kesembuhan             : ya
8.      Pemeriksaan fisik
1.      Keaadan sakit : klien tampak sakit pada kaki
Alasan : klien masih dapat berinteraksi dengan baik,hanya terkadang tampak meringis saat nyeri pada kakinya kembali dirasakan.
2.      Tanda tanda vital :
a.       Kesadran
1)      Kualitatif : kompos mentis letarghic, Somnolent suporous, Semi comatous coma
2)      Kuantitatif : Glaslow coma scale
Respon motorik ( M )            : 4
Respon verbal ( V )               : 5
Respon eyes ( E )                   : 4
Jumlah :                                 13
Kesimpulan                            : Composmentis
b.      Nadi
Frekuensi : 110 x/menit
Irama : Teratur
c.       Suhu :38,5 oC daerah Axila
d.      Pernapasan : Sesak sedang
e.       irama : teratur tidak teratur kusmaul cheyness stokes jenis jenis dada perut
3.      Kepala
a.       Bentuk kepala : simetris asimetris
b.      Cephalon hematome : tidak ada
c.       Warna rambut hitam
d.      Keadaan rambut : baik
e.       Kulit kepala : kotor dan bau
f.       Lesi : bersih ketombe
g.      Bengkak/benjolan : tidak ada
h.      Nyeri/pusing : tidak ada
i.        Keluhan lain : tidak ada
4.      Mata/Penglihatan
a.       Ketajaman penglihatan : baik
b.      Alis : tebal dan lebat
c.       Simetris : ya
d.      Sclera : putih dan jernih kebiruan kuning/ikterik
e.       Pupil : baik
f.       Konjungtiva : an anemis
g.      Bola mata : baik
h.      Gerakan bola mata : baik
i.        Lapang pandang : baik
j.        Kornea dan iris : baik
k.      Peradangan : tidak ada
l.        Keluhan penglihatan : tidak ada
5.      Hidung/penciuman
a.       Ukuran : kecil
b.      Bentuk : pesek
c.       Kesimetrisan : simestris
d.      Warna : kemerahan
e.       Fungsi penciuman : baik
f.       Perdarahan : tidak ada
6.      Telinga pendengaran
a.       Warna : merah muda
b.      Lesi : tidak ada
c.       Cerumen : dalam batas normal
d.      Membran timpani : baik
e.       Fungsi pendengaran : baik
f.       Nyeri : tidak ada
7.      Pengecapan
a.       Warna lidah : merah muda
b.      Kelembapan lidah : lembab
c.       Keadaan lidah : normal
d.      Caries : tidak ada
e.       Keadaan gusi : normal
f.       Fungsi pengunyah : belum sempurna
g.      Fungsi mengecap : normal
h.      Fungsi bicara : normal
i.        Bau mulut : normal
j.        Reflek menelan : baik
8.      Dada/pernafasan
a.       bentuk : simetris
b.      suara nafas : tidak ada bunyi tambahan
c.       perkusi dada : sonor
d.      ekspansi paru : baik
e.       batuk : tidak ada
f.       sputum : tidak ada
g.      nyeri dada : tidak ada
h.      pergerakan ronggga dada : retraksi
9.      kardiovaskuler
a.       Ukuran jantung : normal
b.      Bunyi jantung I : normal (lup)
c.       Bunyi jantung II : normal (dup)
d.      Bunyi jantung tambahan : : tidak ada
e.       Nyeri dada : tidak ada
f.       Palpitasi : tidak ada
g.      Edema : tidak ada
h.      Jari-jari tabuh : tidak ada
10.  Abdomen/pencernaan
a.       bising usus : 10X/menit
b.      keadaan hepar : normal
c.       keadaan limfa : normal
d.      nyeri tekan : tidak ada
e.       benjolan-benjolan : tidak ada
f.       ascietas : tidak ada
11.  Muskuloskeletal
a.       Kekuatan otot : 2
b.      Tonus otot : buruk
c.       Kaku sendi : ada
d.      Atropi : tidak ada
e.       Trauma/lesi : tidak ada
f.       Nyeri : panas dan sakit pada bagian pangkal sampai ujung kaki
g.      Kecacatan/deformitas : tidak ada
h.      Eksermitas atas : baik
i.        Ekstermitas bawah : kaki klien tampak besar sebelah, nyeri tekan (+), non piting edema (+), klien mengatakan panas dan sakit yang menjalar dari pangkal hingga ujung kaki. Klien tampak meringis ketika berjalan, nyeri bertambah saat kaki klien bergerak.
12.  Keadaan neurologi
a.       Tingkat kesadaran : komposmetis
b.      Koordinasi : baik
c.       Memory/daya ingat : baik
d.      Orientasi ( tempat, orang, waktu ) : baik
e.       Tremor : tidak ada
f.       Gangguan motorik/ lumpuh : tidak ada
g.      Kejang : tidak ada
13.  Sensasi terhadap ransangan
a.       Rasa Nyeri : baik
b.      Rasa suhu : baik
c.       Rasa raba : baik
14.  Integumen kulit
a.       Warna
flushing ( kemerahan ) jaundice, cyanosis pallor ( pucat ), biru kemerahan
b.      Tekstur
halus / licin, fleksibel, lunak, keriput
c.       Kelembapan : kurang
d.      Suhu kulit : hangat normal
e.       kelainan warna : tidak ada
f.       Pucat : tidak
g.      Bau kulit : khas
h.      Pigmentasi : normal
i.        keadaan kuku : panjang
j.        kebersihan kuku : baik
15.  hasil laboratorium
a.       pemeriksaan darah
Hb 10,8 gr/dl, leukosit 12.000/mm3, Ht 36,80%, trombosit 423.000/mm3, eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.

                                                                                      i.      Interpretasi laboratorium
Nilai
Normal
Kasus
Keterangan
Hb
12-16 g/dl
10,8 g/dl
Ht
37-47 %
36,80 %
Leukosit
5.000-10.000/mm³
9.500/mm³
Normal
Trombosit
150-450 x 103/mm³
423.000/mm³
Normal
                                                                                    ii.      Interpretasi hasil kajian leukosit
Diftel
Nilai Normal
Kasus
Keterangan
Eosinofil
1-3
20
↑↑
Basofil
0-1
4
Neutrofil batang
2-6
40
↑↑
Neutrofil segmen
50-70
20
Limfosit
20-40
15
Monosit
2-8
1


Dari pemeriksaan darah jari ditemukan Parasit → Mikrofilaria : inti tubuh teratur, ujung ekor runcinng, tidak berinti, dan seluruh tubuh (W. bancrofti) transparan.
C.     ANALISA DATA
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
A.    Data Etiologi Masalah
1.2  Ds :
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
-        Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
-        Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak
1.1  Do :
-        Klien tampak meringis ketika berjalan.
-        Skala nyeri 7
-        nyeri tekan (+)
-        non pitting oedema (+)
-        Nadi: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
-        Suhu 38,5°c Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai Nyeri
2.1  Ds :
-        Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
-        Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
2.2  Do :
-        Suhu 38,5°c
-        RR 24x/i
-        N 110x/i
-        TD 130/60 mmHg
-        Wajah klien tampak memerah
-        Kulit klien teraba hangat Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening Hipertermi
3.1  Ds :
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
-        Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
3.2  Do :
-        Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
-        Klien tampak susah berjalan.
-        Klien tampak meringis saat berjalan.
-        N 110x/i
-        RR 24x/i Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal) Kerusakan mobilitas fisik
4.2  Ds :
-        klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
4.2  Do :
-        Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
-        Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
-        kaki klien tampak besar sebelah Pemajanan penularan melalui vektor Resti penularan penyakit
B.     Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai.
1.2  Ds :
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
-        Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satu nya
-        Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak
1.2  Do :
-        Klien tampak meringis ketika berjalan.
-        Skala nyeri 7
-        nyeri tekan (+)
-        non pitting oedema (+)
-        N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
-        Suhu 38,5°c
-        Leukosit 9500/mm³
2.      Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening.
2.1  Ds:
-        Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
-        Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
2.2  Do :
-        Suhu 38,5°c
-        RR 24x/i
-        N 110x/i
-        TD 130/60 mmHg
-        Wajah klien tampak memerah
-        Kulit klien teraba hangat
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai.:
3.1  Ds :
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
-        Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
3.2  Do :
-        Kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
-        Klien tampak susah berjalan.
-        Klien tampak meringis saat berjalan.
-        N 110x/i
-        RR 24x/i
4.      Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector.
4.1  Ds :
-        klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
4.2  Do:
-        Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3. Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%. Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
C.     Rencana Asuhan Keperawatan
Nama : Ny. S Tanggal : 14 maret 2011
Umur : 39 tahun
a.       Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
1.      Nyeri berhubungan dengan Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai.
1.1  Ds :
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
-        Klien mengatakan kaki nya yang sakit tampak lebih besar dari yang satunya
-        Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
1.2  Do :
-        Klien tampak meringis ketika berjalan.
-        Skala nyeri 7
-        nyeri tekan (+)
-        non pitting oedema (+)
-        N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/60 mmHg
-        Suhu 38,5°C
-        Leukosit 9500 /mm³ Nyeri berkurang / menghilang
1.3  KH:
-        Tanda tanda vitalnormal/stabil.
-        Klien tampak tenang
1.4  Mandiri :
a.       Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.
b.      Lakukan tindakan faliatif misalnya perubahan posisi,masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
c.       Berikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.
d.      Ajar kan klien untuk memggunggkap kan perasaan /rasa sakit yang di rasakan
1.5  Kolaborasi :

a.       Berikan analgesik sesuai indikasi.
b.      Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda tanda perkembangan /resolusi komplikasi.
c.       Meningkat kan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
d.      Dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi serta menurun kan tegangan otot.
e.       Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit
f.       Dapat mengurangi rasa nyeri.
2.      Hipertermi berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening.
2.1  Ds:
-        Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
-        Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
2.2  Do :
-        Suhu 38,5°c
-        RR 24x/i
-        N 110x/i
-        TD 130/60 mmHg
-        Kaki klien tampak besar sebelah dan terdapat nyeri tekan
-        Wajah klien tampak memerah
-        skala nyeri 7
-        Leukosit 9500/mm³
-        Perubahan suhu dalam batas normal
2.3  KH:
-        Tidak mengalami komplikasi yangberhubungan.
-        Tanda tanda vital normal.
-        Leukosit normal
2.4  Mandiri :
a.       Pantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya mengiggil/diafores.
b.      Pantu suhu lingkungan,batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
c.       Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol. Pada daerah frontalis dan aksila.
d.      Berikan selimut pendingin.
e.       Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan mudah menyerap keringat.
2.5  Kolaborasi:
a.       Berikan antipiretik, Misalnya aspirin asetaminofen
b.      Suhu 38 samapi 41,1 menujukan adanya infeksius akut.
c.       Suhu ruangan /jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
d.      Dapat membantu mengurangi demam,penggunaan air es/aklhokol mungkinmenyebabkan kedinginan,peningkatan suhu secara actual.
e.       Di gunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°csampai 40°c pada waktu terjadi kerusakan /gannguan pada otak.
f.       Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan obtruksi kalenjer getah bening pada daerah tungkai.
3.1   Ds:
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
3.2  Do:
-        kaki klien tampak lebih besar dari yang satunya.
-        klien tampak susah berjalan
-        klien tampak meringis saat berjalan.
-        N 110x/i.
-        RR 24x/i
-        Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
/ kompensasi.
3.3  KH :
-        Kaki klien tidak lagi mengalami pembesaran
-        Nadi normal
-        RR normal
3.4  Mandiri :
a.       Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada kerusakan yang ter jadi.
b.      Atur posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
c.       Berikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.
d.      Tingkat kan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan klien .
3.5  Kolaborasi:
a.       Memberikan obat sesuai dangan indikasi misalnya aspirin.
b.      Mengidentifikasi kerusakan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempegaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
c.       Perubahan posisi yang teratur menyebakan penyamaran terhadap berat badan dan meningkatakan sirkulasi pada bagian tubuh.
d.      Memperhatikanmobilisasi dan fungsi sendi /posisi normal ekstermitas dan menurunkan ter jadinya vena yang statis.
e.       Keterlibatan pasien dalam perencanaan dalam kegiatan adalah sangat penting dalam meningkatkan kerjasama pasien untukkeberhasilan dari suatu program tersebut.
4.      Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector.
4.1  Ds :
-        klien mengatakan kakinya yang sakit tampak besar sebelah
4.2  Do :
-        Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 9.500/ Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
-        Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
-        kaki klien tampak besar sebelah Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki Kesehatan umum dan menurunkan resiko tentang penularan penyakit
4.3  Mandiri :
a.       Identifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga /teman.
b.      Awasi suhu lingkungan kelembapan dan
c.       berikan racun serangga di sekitar lingkungan tempat tinggal klien.
d.      Atur lingkungan klien sedemikian rupa sehngga membatasi rentang vektor untuk dapat menyebarkan penyakit.
e.       Berikan penkes pada keluarga dan masyarakat sekitar seputar pencegahan terhadap filariasis.
f.       Tekankan penting tidak melakukan penghentian terapi obat.
g.      Berikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan yang besar dan tepat.
4.4  Kolaborasi:
-        Berikan pengobatan di komunitas seperti dietilkarbamazine (dec) pengobatan di lakukan secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)
-        Orang orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penularan
-        Suhu lingkungan yang lembab merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk.
-        Racun serangga dapat membunuh pembawa vektor filariasis.
-        Pemodifikasian ruang/lingkungan dapat mengurangi faktor resiko penyebaran parasit
-        Untuk menambah pengetahuan masyarakat seputar filariasis
-        Penghentian terapi obat berisiko penyebaran infeksi dapat berlanjut
-        Adanya anoreksia dapat menurunkan tahanan tubuh terhadap prosese infeksi dan menganggu proses penyembuhan.
-        Pemberian obat dietilkarbamazine (dec) dapat membunuh parasit yang terdapat pada kalenjar limpe dan menurunkan resiko terjadinya penularan
5.      Implementasi dan Evaluasi
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 39 Tahun
Tanggal / Jam Catatan Keperawatan Tanggl / Jam Perkembangan :
I.                   14/03/11
(09.00 – 11.00 )
Mandiri
1.      Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.
Hasil :skala nyeri : 7, klien masih mengeluh nyeri, kaki tampak bengkak, klien mengatakan panas pada kakinya masih terasa. Nyeri berulang dan bertambah saat kaki klien dibawa bergerak,
2.      Melakukan tindakan faliatif yaitu dengan melakukan perubahan posisi nyaman,rentang gerak pada sendi yang sakit.
Hasil : klien menggerakkan kan kakinya scara perlahan-lahan dan melakukan perubahan posisi yang nyaman.
3.      Memberikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.
Hasil : klien tampak nyaman, dan tenang
4.      Mengajarkan klien untuk mengungkap kan perasaan / rasa sakit yang di rasakan.
Hasil : klien menceritakan bagian yang nyeri dan rasa nyeri yang dialaminya
Kolaborasi :
1.      Memberikan analgesik sesuai indikasi.
Hasil : klien tampak tidak meringis lagi dan lebih tenang 14/03/11
(16.00)
S : Klien mengatakan nyeri pada daerah kaki hingga ujung kaki sudah berkurang
O : Klien masih tampak meringis ketika berjalan
     Skala nyeri 5
     Nyeri tekan (+)
     Nadi 100 x/.i
A : Dari intervensi yang telah dilakukan,masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5
II.                 14/03/11
(15.00 – 17.00)
Mandiri
1.      Memantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya mengiggil/diafores.
Hasil : Suhu 38.3°c
2.      Memantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi,yaitu klien diberikan selimut tipis selembar.
Hasil : Lingkungan terasa lembab, klien tampak mulai berkeringat
3.      Memberikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol.
Hasil : klien tampak segar
Suhu : 37°
4.      Menganjurkan klien untuk banyak minum air putih hangat
Hasil : klien minum air putih sebanyak 2 gelas.
Kolaborasi:
1.      Memberikan antipiretik misalnya aspirin asetaminofen
Hasil : suhu : 38°c 14/03/11 (16.10)
S : Klien mengatakan tidak merasa demam lagi
O : wajah klien tidak tampak memerah lagi
Suhu 37.80C
RR 21 x/i
N 100x/i
Leukosit 9500 / mm³
A : Masalah hipertermi teratasi sebagian
P : Intervensi 1,2,3,4,5 tetap dilanjutkan.
III.             15/03/2011
(08.00-10.00)
      Mandiri :
1.      Memeriksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada kerusakan yang ter jadi.
Hasil : Klien dapat melakukan aktivitas ringan secara mandiri, namun aktivitas seperti berjalan dan berpindah tempat, klien membutuhkan bantuan orang lain atau alat.
2.      Mengatur posisi ter tentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
Hasil : Klien merasa lebih nyaman
3.      Memberikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.
Hasil : Pergerakan pada kaki klien yang sakit masih terbatas.
4.      Meningkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan klien
Hasil : Pada aktivitas kecil klien dapat melakukan secara mandiri
    Kolaborasi :
1.      Memberikan obat sesuai dangan indikasi.
Hasil : pemberian obat analgetik
S : Klien mengatakan dapat melakukan aktifitas ringan dengan mandiri,dan nyeri pada daerah kaki sedikit berkurang
O : Kaki klien masih tampak besar sebelah
Klien sudah mulai bisa berjalan walau terkadang masih tampak meringis
N 100x / i
A : Dari intervensi yang telah di lakukan pada klien,masalah belum teratasi
P : Lanjutkan semua intervensi
IV.             15/03/2011
(14.00-15.00)
Mandiri :
1.      Mengidentifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga /teman.
2.      Hasil : Yang beresiko yaitu, para petugas medis, pasien lainnya, pengunjung dan keluarga.
3.      Mengawasi suhu lingkungan kelembapan dan lakukan /berikan racun serangga di sekitar lingkungan tempat tinggal dan ruang perawatan
Hasil : pemberian semprot anti nyamuk ke sekitar ruangan klien.
4.      Menekan kan penting melakukan terapi obat.
Hasil : Klien mengatakan mengerti dan patuh terhadap terapi pengobatan yang diberikan padanya.
5.      Memberikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan yang besar dan tepat.
Hasil :Klien tampak makan dengan lahap.
Kolaborasi:
1.      Memberikan pengobatan seperti dietilkarbamazine(dec)pengobatan di lakukan secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)
Hasil : klien patuh menjalani terapi.
S: Klien mengatakan yang selalu ada disekitarnya adalah keluarganya.

O : keceriaan tampak di wjah klien
Hb 10,8 gr/dl, leukosit 9500 / mm3 , eosinofil 20% .
A : Resiko untuk pemajanan infeksi masih ada. Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan semua intervensi











BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing dewasanya hidup dalam cairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan dalam rongga badan. Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah, hidrokel, kulit sesuai dengan sefat masing-masing spesiesnya.
Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik, termasuk Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga gambaran klinisnya spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik biasnya digunakan sebagai tanda bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dimana parasit dapat menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya elefantiasis, sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca volvulus menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan bila tidak ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal penderita, biopsi kelenjar limfe, dan pemeriksaan serologis.
Prinsip terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria dewasa dan mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi tubuh yang timbul akibat cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti DEC ataupun dengan mengontrol vektor. Penyakit ini sangat berbahaya dan hampir diseluruh dunia dapatditemukan penyakit ini karena mudahnya dalam penyebaran penyakit ini. Beberapa asuhan keperawatan secara teoritis yang mungkin yang mungkin muncul pada penderita penyakit ini yaitu :
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening.
2.      Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3.      Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4.      Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan oembengkakan pada anggota tubuh.
5.      Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit.
Namun pada kasus Ny. S yang dibahs kelompok, diagnosa yang dapat diangkat berupa :
1.      Nyeri berhubungan dengan obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai
2.      Hipertermi berhubungan dengan adanya inflamasi pada kelenjar getah bening
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya pembengkakan pada kelenjar limfe didaerah tungkai
4.      Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector
Dari kasus yang kita dapatkan diatas dapat dipastikan bahwa Ny. S mengalami fialriasis tingkat 3 dengan diagnosa yang dapat diangkat berdasrkan kasus yang diatas adalah nyeri yang berhubungan dengan adanya obstruksi pada saluran limfe, hipertermi yang berhubungan dengan adanya inflamasi pada saluran pembuluh limfe. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan adanya pembengkakan pada saluran getah bening pada daerah tungkai kaki. Dan setelah dilakukan intervensi didapati keadaan klien tampak membaik, masalah teratasi sebagian dan beberapa intervensi masih harus dilanjutkan.
B.     SARAN
Demikianlah makalah ini yang penulis susun dengan penuh keikhlasan. Diharapkan dengan adanya makalah pini mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai penyakit Filariasis. Selain itu mahasiswa juga mampu memahami secara teoritis mengenai penyakit ini serta mampu mebuat asuhan keperawtan tentang kasus Filariasis.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah referensi akademik untuk melengkapi bahan pembelajaran dan motivasi mahasiswa untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang penyakit Filariasis.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki penulisan makalah ini selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar